GURU-GURU YANG PERGI

Saat itu, di tahun 625 Masehi atau bertepatan dengan tahun ke 4 Hijrah pada bulan Shafar seorang guru yang di utus oleh Nabi SAW bersama 70 rekannya dalam satu rombongan telah sampai di suatu tempat tujuan dakwahnya. Lantas seorang guru itupun maju ke hadapan sekumpulan orang-orang yang teerlihat siap mendengarkan nasihat dan dakwahnya. Tanpa rasa curiga sedikitpun beliau menyeru mengajak mereka masuk Islam dan menjelaskan segala sesuatu yang diajarkan Nabi SAW. 

Di tengah asyiknya beliau memberikan nasihat dan pengajaran datanglah sebuah isyarat dari seorang pemimpin kaum yang tengah mendengarkan dakwah itu kepada anak buahnya. Seketika itu dengan sigapnya salah seorang dari mereka menusukkan lembing ke tubuh sang guru hingga menembus perutnya, ada apa gerangan? mengapa mereka melakukan hal demikian kejinya?. Lalu di tengah semburan darah yang keluar sang guru itu berujar "betapa beruntungnya aku (mati syahid), demi Allah yang mengurus Ka'bah!". Pahlawan itu, sang guru yang meregang nyawa dalam tablighnya bernama Haram bin Mulham paman sahabat besar Anas bin Malik. 


Tujuh Puluh guru yang menyandang gelar Al-Qurra utusan Nabi SAW untuk mendakwahi orang-orang Najd dibantai habis dengan amat keji dalam misi dakwahnya. Tersisa dua orang yang berhasil kabur dengan luka parah dari aksi pembantaian 70 orang guru di Bir (Sumur) Maunah.

Tragedi Pembantaian para guru di Bir Maunah berawal dari permintaan seorang pengkhianat bernama Abu Barra, yang sebelumnya telah meminta pada Nabi agar mengirimkan utusan guru-guru kepada kaum Najd supaya mendakwahi kaumnya. "Wahai Muhammad! Alangkah baiknya seandainya engkau kirim kamu Najd beberapa orang sahabatmu. Aku berharap mereka akan memenuhi seruanmu, dan saya pelindung untuk mereka!" demikian janji Abu Barra pada Nabi SAW yang akan memberikan jaminan keselamatan pada para utusan, namun ternyata pembantaian justru dilakukan pada para guru utusan.

Bir Maunah menyisakan kesan dan bekas yang mendalam pada diri Nabi Muhammad SAW serta kaum muslimin. Selama sebulan penuh setelah kabar itu sampai kepada Nabi SAW kemudian beliau melakukan doa dalam setiap kali shalat fardu untuk kehancuran kaum yang zalim dan perlindungan bagi orang-orang shalih. Doa inilah yang kita kenal dengan Qunut Nazilah (Qunut Petaka). 

Kehilangan para guru adalah hal yang sangat menyedihkan, Beliau SAW telah kehilangan kader-kader dakwah yang akan menjadi penopang Islam dalam masa yang akan datang. Para guru adalah tonggak utama dalam pembentukan generasi yang shalih. Bagaimanakah kelanjutan hidup masyarakat tanpa adanya para guru? Bagaimanakah nasib suatu bangsa dan negara yang berketuhanan Yang Maha Esa apabila guru-guru agamanya dimusnahkan? termasuk upaya perbaikan masyarakat dan bangsa lahir dari upaya para guru untuk menyaipkan para pemimpin yang berhati nurani, para pembela kebenaran dan keadilan, pemimpin masyarakat yang perduli dan menyayangi rakyatnya. 

Pembantaian jiwa dan pemusnahan para guru dengan pembunuhan seperti peristiwa Bir Maunah mungkin saja tidak lagi terjadi pada zaman sekarang, namun upaya-upaya untuk mengikis dan menghilangkan nilai Ketuhanan dalam pendidikan dan pembelajaran selalu ada datang dari kaum jelmaan Abu Barra, penghiat para guru peradaban! 

Bukan! mungkin bukan lagi pembantaian fisik pada guru, tapi  penghilangan mata pelajaran keagamaan, stigma negatif pada agama, kebiri pembelajaran melalui materi dan kurikulum yang nir Ketuhanan, tata kelola dan peraturan dalam dunia pendidikan dan keguruan bisa saja menjadi cara baru dalam pengkhianatan pada bangsa dalam mewujudkan cita-cita kita dalam berpancasila "Ketuhanan Yang Maha Esa. 

Para guru adalah pahlawan bagi sebuah bangsa, tidak layak untuk dibantai dan dilukai dengan cara keji, licik atau picik. Tidak! tidak secara fisik baik kehidupan ataupun cita-cita dan pemikiran dalam mewujudkan generasi bangsa yang berbudi luhur dan ber-Ketuhanan.

Posting Komentar

0 Komentar