Beranda Guru [Salah Satu Tugas Pendidik]

Tugas guru (pendidik) bukan saja melaksanakan pendidikan, ia juga dituntut dapat memperbaiki pendidikan yang telah terlanjur salah diterima anak sekaligus mengadakan pendidikan ulang. Dengan kata lain, guru harus mengadakan “Re-Education and Reconstruction of Personality.”

Terkadang  banyak kita jumpai peserta didik berasal dari latar belakang pendidikan dan lingkungan yang berbeda-beda. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sikap, watak, dan pengetahuan seseorang terbentuk dari pada didikan mereka dilingkungan yang terdekat, bisa itu keluarga atau kawasan pergaulan di dekat rumah.

Dari proses interaksi itulah seseorang tumbuh dan terbentuk karakter serta pengetahuannya. Beruntung sekali jika keluarga dan lingkungan sekitar mereka terkondisikan dengan hal positif penuh kebaikan, namun malang nasib apabila lingkungan bertumbuh mereka adalah tempat amoral serta kental dengan keburukan akhlaq bermasyarakat. 

Tersebab hal itulah tugas pertama seorang guru adalah mengindetifikasi dan memastikan bagaimana kondisi awal seorang peserta didik. Mulai dari kondisi keluarga dan orang tuanya, tinggal bersama siapa mereka sehari-hari, bagaimana kondisi lingkungan sekitar rumahnya, dengan siapa dan kemana mereka bergaul. Paling tidak hal ini bisa menjadi lengakah awal dalam menentukan apa yang harus dilakukan seorang guru selanjutnya.

Apabila kita berkaca pada sejarah keberhasilan Nabi SAW dalam mendidik para sahabat dan kaum muslimin, kita akan menjumpai bahwa ternyata para sabahat Nabi sebelumnya pun tumbuh dalam kondisi masyarakat jahiliyah dan bahkan mereka berasal dari keluarga yang sangat beragam. Ada mereka yang berlatar belakang keluarga bangsawan, budak, pengusaha, orang miskin, dan sebagianya. Jelas bahwa ada banyak sekali corak dan ragam jenis para sahabat baik secara pengetahuan maupun karakteristiknya. 

Maka patut kita belajar tentang bagaimana proses pendidikan yang dilakuakan oleh Nabi SAW dalam membina para sahabat dan ummatnya. Setidaknya ada 4 (Empat) langkah yang bisa dilakukan yaitu: Membacakannya Ayat-ayat, Mensucikannya, Mengajarinya Al-Kitab (Qur'an) dan Al-Hikman (Sunnah), dan Mengajarkan apa-apa yang belum diketahui. 

Lebih jelas Imam As-Sa'di dalam tafsirnya menjelaskan uraian tentang masalah ini yang terdapat dalam surat Al-Baqoroh Ayat 151 yaitu sebagai berikut:

“yang membacakan ayat-ayat kami kepadamu.” Ini mencakup segala ayat-ayatNya baik ayat Alquran maupun ayat-ayat lainnya, beliau membacakan kepada kalian ayat-ayat yang menjelaskan kebenaran dari kebatilan dan hidayah dari kesesatan, yang menunjukkan kepada kalian, pertama, tentang keesaan Allah dan kesempurnaanNya, kedua, tentang kebenaran rasulNya dan wajibnya beriman kepadanya, kemudian kepada segala hal yang dikabarkan olehnya berupa Hari pembalasan maupun hal-hal yang ghaib, hingga kalian memperoleh Hidayah yang sempurna dan ilmu yang meyakinkan. 

 

“Dan menyucikan kamu,” maksudnya, menyucikan akhlak dan jiwa kalian dengan mendidiknya. Dengan akhlak yang mulia, dan membersihkannya dari akhlak yang tercela, dan demikian itu seperti menyucikan mereka dari kesyirikan kepada ketauhidan, dan riya kepada keikhlasan, dari kebohongan kepada kejujuran, dari penghianatan kepada amanah, dan dari kesombongan kepada kerendahan hati, dari akhlak yang buruk kepada akhlak yang luhur, dan dari saling benci, saling bermusuhan. serta saling memutuskan hubungan kepada saling mencintai, saling bersilaturahmi, dan saling kasih mengasihi, dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk penyucian. 

 

“Dan mengajarkan kepadamu Alkitab,” yaitu, al-qur’an baik lafadznya maupun maknanya, “Dan al-hikmah.” Suatu pendapat berkata, al-hikmah dan as-sunnah. Yang lain berpendapat Al Hikmah adalah mengetahui rahasia-rahasia Syariah dan fiqih serta menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Maka dalam hal ini pengajaran as-sunnah termasuk ke dalam pengajaran Alkitab, karena as-sunnah itu menjelaskan Alquran, menafsirkannya, dan mengutarakan maksudnya, 

 

“Dan mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui,” karena mereka itu benar-benar ada dalam kesesatan yang nyata sebelum diutusnya beliau, yang tidak berilmu dan tidak pula beramal.

  Dalam uraian di atas kita mendapati satu fase yang sangat penting dalam proses pendidikan yaitu Pensucian Jiwa. Hal ini lah yang mestinya juga mendapatkan perhatian yang besar disamping penambahan pengetahuan dan Ilmu yang nantinya akan menjadi landasan dalam beramal bagi seseorang. Sehingga Ilmu yang dibersamai dengan kesucian jiwa itu dapat membuahkan amal perbuatan yang tidak bertentangan dengan perintah Allah. 

Ilmu Penegtahuan dan Kesucian jiwa akan melahirkan para pemimpin yang bijaksana dan bermoral, menghasilkan prodak teknologi yang tidak merusak tatanan sosial, menciptakan cara pemanfaatan alam dengan tanpa mengeksploitasi sumberdayanya secara arogan dan kita berharap dengan kesucian serta keluhuran jiwa itulah manusia mampu menciptakan peradaban yang paripurna dalam bingkai rahmatan lil alamin.

Posting Komentar

0 Komentar