oleh : Emre Ember
Pendidikan jasmani di sekolah pada
masa sekarang memang belum menjadi sebuah mata pelajaran yang diproritaskan
dihampir semua tempat. Seolah-olah mata pelajaran Penjas berkedudukan hanya
sebagai pelajaran pelengkap saja bagi pelajaran yang lain. Begitupun mungkin
penjas memilki kesamaan senasib dan sepenanggungan dengan beberapa mata
pelajaran seperti kesenian, Keterampilan, PKN, bahkan mungkin mata pelajaran
Agama. Hal ini sangat miris, bisa kita cermati dengan melihat pada agenda akbar
tahunan setiap sekolah yang bisa kita sebut dengan UN (Ujian Nasional). Bisa
kita bayangkan bagaimana sekolah dan para guru sekarang sibuk dengan sekian
banyak agenda untuk menyambut dan mensukseskan UN. Dari mulai tambahan waktu
dan materi mata pelajaran yang akan di UNkan, berbagai bimbingan belajar
digelar dimana-mana, try-out UN berulang kali, sampai-sampai pemadatan mapel
yang di UNkan dengan konsekuensi menghilangkan beberapa mata pelajaran yang
dianggap tidak terlalu penting. Salah satunya adalah mapel penjas. Bahkan tidak
tanggung-tanggung, mapel penjas dikebri sejak para siswa di awal masuk kelas 9
atau 12 menjelang UN digelar.
Ketakutan dan kekhawatiran masal yang berlebihan
menimpa pihak sekolah, guru dan siswa. hal ini akhirnya menjalar cepat bagaikan
kobaran api yang sampai pada orang tua siswa yang bersekolah. Para orang tua
dan wali siswa yang seharusnya merasa tentram karena sudah berhasil
menyekolahkan anaknya sekarang mereka seolah-olah seperti kebakaran jenggot
menyikapi hal ini. Mereka dihantui oleh kegagalan anak-anaknya. Sebuah
keberhasilan pendidikan terpaksa dipahami hanya sebatas “harus” lulus UN semata
oleh para orang tua siswa.
Mapel penjas disekolah yang selalu identik dengan
aktivitas fisik akan selalu dianggap membahayakan bagi keselamatan siswa. Guna
menanggulangi hal yang membahayakan agar UN bisa sukses maka sekolah biasanya
mengambil kebijakan untuk meniadakan mapel penjas ketika para siswa sudah
memasuki kelas 9 atau 12. Mereka harus fokus pada mapel yang akan di UNkan. “mungkin
begitu”. Akhirnya kebutuhan fisik siswa yang seharusnya bisa tersalurkan dan
terlampiaskan di sekolah ketika mengikuti mapel penjas harus dikebiri oleh
adanya UN ini. Sudah jelas untuk pemenuhan kebutuhan kebugaran badan siswa di
sekolah agar tetap sehat kini sirna. Demikian juga ketika mereka pulang
kerumah, sudah pasti orang tua akan melarang mereka banyak bermain. Apa lagi
bermain yang melibatkan aktivitas fisik seperti sepak bola, basket, lari, voli,
atau permainan sederhana yang lain. Pasti mereka akan dilarang oleh orang tua
mereka yang sudah terkena virus kekhawatiran yang timbul karena UN. Kalau siswa
saja tidak diberi ruang untuk mengaktualisasikan gairah fisiknya untuk
beraktivitas baik disekolah ataupun dirumah mereka, lalu? bagaimana dan dimana
penjas bisa berperan pada situasi seperti ini. Penjas lagi-lagi dikebiri.
Jika saja
setiap guru mapel penjas bisa memberikan tips dan trik yang jitu agar siswa
tetap bisa beraktivitas dan dapat memenuhi kebutuhan jasmaninya, dengan resiko
cidera dan bahaya seminimal mungkin tentu itu akan menarik. Sekolah, Guru dan
orang-orang tua tidak lagi perlu khawatir jika aktivitas jasmani tetap
dilakukan baik disekolah maupun dirumah secara mandiri. Karena perlu diingat
juga bahwa aktivitas jasmani memiliki peranan penting dalam kestabilan dan
kesehatan kondisitubuh siswa menjelang UN.
0 Komentar