NADA TAZKIR DAN TANBIH SUPLEMEN BERGIZI MENDIDIK GENERASI

NADA TAZKIR DAN TANBIH
SUPLEMEN BERGIZI MENDIDIK GENERASI
Oleh: Kahar Pagi

Belajar di masa kecil bagai melukis di atas batu
Belajar di masa tua bagai melukis di atas air.

Mengenang masa kecil dulu, pada pekan pertama setelah hari lebaran keluarga besar kami rutin mengadakaan tamasya ke beberapa tempat wisata. Pernah suatu ketika kami di ajak oleh Pak Dhe untuk pergi mengunjungi kebun binatang gembira loka. Saat itu usiaku masih SD. Sayangnya hanya sekali itu saja perjalanan kami ke Jogja. Hingga usia SMA barulah saya berkesempatan kembali berkunjung ke Jogja.

Telah hampir 10 tahun lamanya saya tak pernah lagi melintasi rute perjalanan ke jogja. Namun pada suatu kesempatan saya bersama ke empat teman SMA menyengaja pergi bersepeda menempuh rute Kebumen-Yogyakarta. Sepuluh jam lamanya waktu yang kami tempuh dalam perjalaman.

Dalam perjalanan, ternyata masih ada juga beberapa tempat dan jalan yang aku ingat dan terekam dalam ingatanku saat SD itu. Karena ingatan tentang jalan yang pernah aku lalui dahulu itulah proses perjalanan mencapai tujuan ke jogja menjadi mudah. Saat melintasi jalan yang sama tidak terasa asing bagiku. Demikianlah kiranya nada Tazkir dan Tanbih itu. pengingat dan penyegaran kembali.


Bukankah seseorang akan lebih mudah untuk diingatkan ketika dia telah memiliki pemahaman/pengetahuan? atau setidaknya seseorang itu lebih mudah di ingatkan jika pernah mempunyai pengalaman-pengalaman sebelumnya?

Setelah seorang siswa atau peserta didik diberi bimbingan dengan nada ta’lim dan tarbiyah1, setelah mereka mempunyai pengetahuan tentang aqidah dan ibadah, iman dan amal shalih, tidak akan ada gunanya jika peserta didik dibiarkan tumbuh  tanpa penyegaran dan pengingatan. Karena lambat laun pengetahuan akan terkikis bahkan hilang tertutupi dengan kejahiliahan dalam pergaulan.

Disinilah perah tazkir dan tanbih untuk mendidik manusia supaya ingat dan kembali ke jalan yang pernah di tempuh. Mengaktifkan kembali pengetahuan yang pernah diperoleh supaya menjadi amal shalih.

وَذَكِّرْ فَإِنَّ ٱلذِّكْرَىٰ تَنفَعُ ٱلْمُؤْمِنِينَ
Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.
(Q.S. Az-Zariyat: 55)

Dalam dunia pendidikan formal yang kita miliki saat ini, orang-orang yang berperan atau berprofesi sebagai guru di tingkat sekolah dasar (SD) adalah pilar-pilar penting di dalam membentuk pondasi pendidikan melalui ta’lim dan tarbiyah. Yaitu upaya penanaman pemahaman tentang iman serta pembiasaan amal shalih sejak masih kecil, demikian juga peran orang tua di rumah.

Kadang kala masalah yang seringkali timbul mengapa generasi muslim kita sama sekali tidak terjaga, hal itu karena tidak adanya kesinambungan nada-nada pendidikan yang mereka dapatkan. Semisal seorang anak lulusan sekolah dasar yang berbasis islam, setelah selesai pendidikan di tingkat SD kemudian tidak melanjutkan pendidikan tingkat SMP yang berbasis islam.

Berbaurlah ia dengan teman-temanya dari berbagai kalangan dan latar belakang berbeda, bahkan aroma pergaulan yang sama sekali bertolak belakang dengan kebiasaan lingkunganya ketika SD. Di sisi lain keluarga atau orang tua mereka tidak secara aktif mampu mendampingi dari segi keimanan dan pelaksanaan amal ibadahnya.

Hal semacam ini mungkin tidak pernah bisa terhindarkan dan pasti akan ditemui oleh seorang anak. Namun kesiapan (imunitas) untuk bersinggungan dengan aneka tarikan kejahiliahan itulah yang kadang terlupa untuk disiapkan.  

Banyak kita jumpai fenomena yang cukup mengherankan terjadi pada anak lulusan SD berbasis islam yang kemudian setelah masuk usia SMP melepas jilbab saat dalam pergaulannya, atau dia tidak lagi care dengan masalah aurat dan batasan muhrim yang ia kenal. Kebiasaan tilawah atau membaca al-qurán sudah ditinggalkan. Lebih parah lagi ketika sampai pada tingkat meninggalkan kewajiban sholat yang telah susah payah ditanamkan selama 6 tahun pendidikan di sekolah dasar.

Mamang ada banyak faktor perubahan yang bisa terjadi pada anak seperti; keluarga, lingkungan pergaulan, teman atau bahkan pendidikan yang mereka tempuh. Khusus pada ligkungan pendidikan yang ditempuhnya kami ingin memberikan sedikit catatan perihal apa yang bisa dilakukan oleh para guru atau lingkungan pendidikannya. Pembahasan ini kami batasi hanya pada sisi bagaimana teknik memberikan pengajaran dan pendidikan kepada peserta didik.


Upaya yang bisa dilakukan oleh para guru dan orang tua dalam proses pendidikan ini adalah dengan memberikan sentuhan nada-nada pendidikan islam sesuai dengan kondisi dan posisi peserta didik/anak. Dalam kondisi seperti di atas maka sentuhan nada tazkir (pengingat) dan tanbih (penyegaran kembali) menjadi penting dan sering untuk diberikan.

Pertama, setelah mereka mendapatkan sentuhan melalui nada ta’lim dan tarbiyah (pemberian pengetahuan keimanan dan penjagaan ibadah/amal shalih), yang Kedua yaitu harus dibarengi dengan nada tazkir dan tanbih (pengingat dan penyegaran kembali apa yang telah mereka peroleh baik secara pengetahuan keimanan/aqidah atau pembiasan amal shalih/ibadah).

Setelah mendapatkan pemahaman dan penjelasan maka seorang peserta didik akan lebih mudah untuk di ingatkan kembali tentang apa yang pernah ia peroleh atau alami. Karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.

Hal ini dimaksudkan supaya peserta didik/anak bisa segera kembali kepada dasar didikanya setelah diingatkan kembali. Usia-usia anak SD mestinya dominan dalam memberikan nada-nada tersebut.

Nada tazkir dan tanbih ini akan berhasil apabila kita memperhatikan pula seni di dalam melakukan tazkir dan tanbih. Pengingat tidak selalu harus berbau peringatan  dan ancaman, karena seni megunakan nada peringatan dan ancaman memiliki tempat dan posri tersendiri dalam pendidikan. Demikian juga dengan iming-iming dan janji balasan akhirat misalnya, itu juga memiliki tempat tersendiri dalam menggunakannya sesuai kondisi serta keadaan.

Tazkir (pengingat) dan tanbih (penyegaran kembali) yang kami maksudkan dalam tulisan ini adalah sebatas membuat para perseta didik/anak itu ingat kembali tentang apa yang pernah mereka ketahui dan alami, bukan memberikan ancaman dan peringatan atau bahkan tuduhan.

Karena seringkali ada sebagian orang yang kekurangan cara dalam mengingatkan dan memberi penyegaran akhirnya mereka melompat dengan cara memberi ancaman dan tuduhan. Seperti contoh kecil misalkan ada seorang anak yang menyengaja menunda-nunda shalat atau tiba-tiba ingin mogok sholat, maka cukuplah bagi pendidik itu mengingatkan tentang kebiasaanya itu, atau mengingatkan kepadanya bahwa ini sudah saatnya untuk shalat.

Awas! Kadang ada anak yang hanya butuh untuk diperhatikan atau sekedar ingin dianggap ada (caper) dengan cara diingatkan dengan halus. Ketika dengan pengiatan sudah cukup menyadarkan mereka untuk melakukan kebiasaan amal shalih maka tidak perlu terburu-buru atau kita tambakan nada yang lain.

Taidak perlu kemudian kita terburu-buru dengan menambahkan nada ancaman, paksaan atau tuduhan seperti; “kalau ndak segera sholat nanti ibu hukum”, “kamu jangan malas, masa sholat ndak mau?”. Cara semacam ini memang kadang latah kita ucapkan dan sangat sulit untuk dikendalikan.

Demikianlah memang proses mendidik merupakan seni tersendiri bagi seorang guru atau orang tua. Kadang pula satu metode manjur diterapakan pada seorang anak tapi tidak mempan terhadap anak yang lain. Maka tugas pendidik adalah mencari nada-nada yang pas dan sesuai untuk diterapkan, sehingga terciptalah sebuah irama/lagu yang indah untuk dinikmati. Wallahu a’lam.


Catatan Kaki:
 Baca penjelasan tentang nada ta’lim dan tarbiyah dalam artikel tulisan sebelumnya oleh kahar pagi
yang berjudul: Nada Ta’lim dan Tarbiyah Modal Awal Guru Mengajar.

Bacaan:
A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qurán (Jakarta: Bulan Bintang, 1984). hlm. 269-272

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Betul pak,
    Terutama dalam mengingatkan tadi terkadang memang latah...

    Bagian yang menarik "mencari nada- nada yang pas"

    BalasHapus