PulauNirwanasia*
Oleh : Emre Ember
Pengantar
:
![]() |
fto/pdrn.doc |
Korupsi yang merajalela dan menjadi
kebiasaan turun temurun, kemiskinan yang melada sebagian besar masyarakat,
kebodohan dimana-mana, hutang Negara kian waktu kian mencekik, import barang
yang tanpa perhitungan, politik jahanam yang merusak bangsa, eksploitasi sumber
daya alam kita, Expor TKI dan TKW yang tak terkendali, dan semua masalah bangsa
yang tak cukup dijelaskan dalam sehari. Semuanya butuh penyelesaian.Kita
generasi mudanya sedang sibuk berfoya-foya dengan kebodohan dan
kemalasan. Sedangkan waktu, kesempatan dan perubahan terus
berlari dan para pemuda bangsa terus saja duduk santai di kursi goyangnya.
Pada pagi yang gugup itu aku bergegas pergi dengan
persiapan seadanya saja, cukup satu stel pakaian gaya anak muda, kaos oblong
dan celana jean plus sandal. Jaket lusuh warna coklat tak lupa aku tenteng ikut
aku bawa pergi, siapa tahu aku pulang sampai larut malam, aku khawatir hawa dingin
menyerangku tanpa ampun.Saku celanaku hanya muat mengantongi uang 20.000rupiah, 10.000 ribu buat ongkos mini
bus, 7.000 untuk ongkos perahu, dan 3.000 uang aman, barang kali nanti aku
kelaparan dijalan. Teman setia, sebuah buku catatan harianku yang sudah pasti
aku bawa, aku masukkan kedalam tas kecil cangklekku.
Bau aspal dan ban gosong sampai di hidungku, tanda
akan datang kendaraan melintas. Telah dari tadi aku menunggunya dipinggir jalan
sepi ini.Sebuah mini bus lusuh menderu-deru, mengangkut diruku beserta para
penumpang dengan kasar dan tergesa-gesa.Asappekat mengepul dari mini bus bobrok
itu. Hari ini aku bermaksud menyempurnakan rangakian hari bahagiaku, dihari
terakhir aku bermaksud menengok saudaraku yang sedang sakit di pulau seberang.Ya,memangdaerah
kami terbagi menjadi pulau-pulau yang hampir sambung menyambung menjadi
satu.Setiap pulau hanya dihuni ratusan orang saja.Tinggal di daerah kami serasa
tinggal di pulau pribadi.
Sopir mini bus yang ugal-ugalan mengijak rem dengan
kasar, seisi kendaraan tersentak karena rem dadakan, suara gaduh dalam mini bus
bobrok itumembuyarkan lamunanku.Bus berhenti angkuh didekat sebuah pelabuhan. Aku
berjalan setengah lari untuk berebut perahu dengan para pengunjung lain untuk
menyeberang. Perahu kecil warna merah dan putih yang nampak reotmilik seorang
pak tua, tapi terasa nyaman dan mengundang nuansa hangat.Pak tua pemilik perahu
nampak sangat ramah dengan para penumpangnya, dia sangat suka mengajak ngobrol
penumpang, mungkin sebagai servis cuma-cuma darinya agar para penumpang tidak
merasa bosan.Konon di pulau tempat saudaraku ituada banyak burung-burung ajaib
yang memiliki 5 gambar di dadanya, sebagai gambaran kondisi masyarakatnya yang semuanya
kaya raya dan melimpah ruah harta bendanya. Namun menurut mitos yang tak jelas
dari mana awal mulanya, pulau tersebut terkena kutukan bahwa setiap warga yang
tinggal disana akanmenjadi kaya raya dan tak pernah miskin tapi mereka harus
menderita sebuah penyakit yang turun temurun. Penyakitnya agak aneh, karena
kabarnya ini adalah penyakit warisan.
Jadi setiap orang tua akanmewariskan
penyakit pada anak keturunannya, dan orang tua berhak menentukan apa jenis
penyakit yang harus diderita oleh anaknya nanti. Jika si orang tua tidak
mewariskan penyakit pada anaknya maka anaknya nanti akan berubah menjadi sangat
miskin.Tapi anehnya mereka tidak pernah mewariskan harta, hanya mewariskan
penyakit, dan banyak orang menyebutnya dengan“Pulau Kaya Raya” sedang
sakit.
Perahu pak tua mentok membentur pinggiran dermaga,
hampir ber jam-jam akhirnya aku sampai pada pulau tempat saudaraku itu, aku
merasakan keanehan yang sangat luar biasa.Dalam pikiranku ini sebuah pulau
semacam surga. Sangat lain dengan apa yang pernah aku pikirkan selama ini.Menurut
cerita pak tua tukang perahu tadi, ada banyak
sekali pendatang yang datang ke pulau itu.Katanya pak tua tukang perahu biasa
mengantarkan banyak orang asing, ada
mereka yang kulitnya putih dan banyak bulu, orang yang hitam legam seperti
besi, ada juga mereka yang bermata sipit, mereka kelihatan sangat bersemangat,
dan katanya juga ada mereka yang berambut pirang.Mereka semua terliahat seperti baik. Menurut obrolan
pak tua dengan mereka,tujuan mereka datang ke pulau ituuntuk mencarisegala bentuk harta kekayaanyang
bisa bermanfaat di pulau itu.
Tapi yang lebih aneh, penduduk asli pulau itu banyak
yang memilih keluar pulau untuk mencari kehidupan yang miskin di pulau lain.Aku
juga tak habis pikir soal hal itu.Katanya mereka sudah bosan hidup kaya raya
seumur hidupnya.Mereka tak ingin anaknya sampai tidak sekolah karena begitu
banyak harta orang tuanya, tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya
karena yang mereka miliki hanya uang dan uang.Para penghuni pulau kaya raya
yang pergi itu biasanyaada yang terang-terangan dan ada juga yang diam-diam.
Mereka membentuk keluarga baru dengan penduduk setempat, ada juga yang pulang
lagi karena putus asa tidak tahu bagaimana caranya hidup miskin.Ada juga yang
terpaksa tidak bisa kembali ke pulau kaya rayakarena terlanjur mati sebagai
orang kaya di pulau barunya.Mereka kaya di
pulau sendiri tapi ingin mencari kemiskin di pulau lain. Kabarnya para penduduk
pulau kaya rayamemiliki tanah yang sangat subur, sehingga tongkatpun ditanam
bisa tumbuh dan berbuah, apapun yang ditanam pasti akan tumbuh. Apalagi hewan ternak,
disana sangat mudah hidup dan dikelola. Sumber daya alamnya juga sangat
melimpah ruah di pulau itu, gunung emas, kubikan batu bara, hutan, minyak bumi,
hasil laut dan segalanya ada kecuali kemiskinan. Aku mendapatkan
banyak cerita dari pak tua tukang perahu itu, sampai-sampai aku kewalahan
mencatat semua ceritanya, sedangkan lembaran buku harianku sudah hampir habis
lembarannya.
Menurut pak tua pulau itu sangat aneh karena
walaupun apapun tersedia disana tapi masyarakat pulau itu selalu membeli
barang-barang dari luar pulau lain, meskipun segala jenis barang dan keperluan di
pulau kaya raya itu sudah tersedia. Pikirku, “ya itu sah-sah saja karena mereka
kan kaya raya, hartanya melimpah ruah”. Walaupun aku juga agak tersentak saat
pak tua mengeluarkan pernyataan “jangan-jangan penduduk pulau itu bodoh”.
Perahu reot warna merah putih milik pak tua sudah
kembali menghilang mengecil perlahan-lahan di penglihatanku dan hilang dengan
sunyi meninggalkan pulau kaya raya itu.Aku memilih untuk berjalan kaki ketempat
saudaraku, aku sengaja tidak naik kendaraan, karena pikirku aku ingin sembari melihat
keindahan dan kemegahan pulau itu.Kebetulan saudaraku tinggal ditengah kota
jadi mudah mencarinya. Menurut kabar masyarakat pulau kaya raya sebagian besar mereka
menderita penyakit kangker darah, jadi mereka harus mendapatkan donor darah
rutin. Biasanya mereka itu mendapat
pasokan darah dari penduduk-penduduk
pulau miskin disekitanya dengan status pinjaman, karena penduduk
pulau lain tahu tentang mitos pulau itu sehingga mereka tidak mau dibayar
dengan uang atau harta benda mereka yang berasal dari kutukan penyakit.
Tenyata pulau itu memang benar-benar kaya raya, aku
hampir-hampir saja tak sadarkan diri melihat keadaan disana. Tidak sekalipun
aku jumpai ada rumah jelek yang bertengger dipinggir jalan, tidak ada orang
yang menjadi pemulung demi sesuap nasi, jangan berpikir mereka akan mengenakan
baju yang kumuh dan lusuh, apalagi tidak berpakaian, mereka rapih dan necis.Tidak
ada anak-anak kecil yang mengamen dan mengemis dipinggir jalan dengan wajah
memelas, tidak kulihat bapak atau ibu-ibu yang pandai dan bagga mengemis dengan
dalih sakit-sakitan. Tidak ada cerita tentang sekolah yang roboh dan kurang
fasilitas, semua rakyat disana sama rata, kaya raya semua, tidak ada orang mati
karena busung lapar, tidak ada anak yang harus putus sekolah karena orang
tuanya tidak mampu membiayainya, tidak ada orang yang terpaksa mencuri dan
merampok karena merasa lapar, semuanya kaya raya, semuanya kaya raya, semuanya
kaya raya.
Yang paling
mengerikan di pulau itu hanyalah penyakit warisan itu, namun mereka semuanya
tak pernah perduli, mereka hanya merasa mereka harus kaya, seolah semua derita terbayar dengan kekayaan yang mereka dapatkan.
Mereka tidak perduli anak dan cucunya nanti, keturunan mereka nanti mau
menderita atau sekarat lalu mati, yang penting mereka sekarang kaya raya.
Konon pulai kaya
raya itu ternyata juga sangat damai, amat damai, dan tentram seperti sorga.Para
pemimpin di pulau itu begitu akur, tak pernah beradu mulut apalagi saling
menikam dari belakang, tak mungkin berpihak pada satu golongan atau keluarganya
saja.Mereka suka saling melempar senyum rahasia, walaupun mereka juga pasti menderita
penyakit, bahkan lebih akut dari pada rakyatnya.Tapi yang paling luar biasa
pemimpin-pemimpin disana sangat miskin luar biasa, lebihmiskin dibandingkan
rakyatnya. Mereka sudah tau kalau menjadi pemimpin itu nanti akan cepat mendapatkan
kemiskinan. Tapi mereka juga memiliki penyakit yang parah dan tidak bisa
disembuhkan yang bisa membuatnya menjadi cepat miskin.
Aku sungguh tercengang dengan keadaan di pulau kaya
raya itu.Aku hanya bisa melongo dan terpaku.Rasanya ingin sekali aku bisa
segera pindah kesana, biar aku bisa cepat kaya.Tapi kenapa saudaraku kok ndak
pernah bercerita padaku bahwa ada pulau macam ini di dunia ini.Jangan-jangan
ini benar-benar pulau kutukan? Kasihan memang saudaraku yang sedang
sakit itu…. Tinggal di pulau kaya raya tapi penuh penyakit. Andai saja kutukan
penyakit turunan itu bisa dilenyapkan, pasti rakyat di pulai kaya raya ini akansenang.
Akhirnya aku sampai ditempat saudaraku, setelah aku
bertemu dan saling melepas kangen aku mengajaknya untuk pindah saja ke pulau
miskin tempat tinggalku.Aku kian bingung
dengan setatus si miskin dan si kaya di pulau itu.Aku menjadi merasa akrab
dengan jalanan di kota kaya raya itu. Sudah diujung pulau istimewa ini, sudah
sampai di dermaga.Lagi lagi perahu merah putih reot milik pak tua.Aku amat
senang bisa bertemu dengan pak tua pemilik perahu itu lagi. Aku dan saudaraku
langsung saja naik perahu kecil itu dan kata pak tua aku cukup bayar separuh
harga biasanya saja, karena aku berhasil membawa saudaraku keluar dari pulau kaya
raya itu.Di dalam perjalanan pulang dengan perahu kecil itu pak tua kembali
bercerita lagi, katanya dia punya sebuah cerita tentang adanya “sebuahpulau yang penuh dengan binatang”.Akupun
hanya tersenyum begitu sampai dirumahku.
Senin,
28 Januari 2013 (18.43-21.52)
*Sebuah cerita sederhana untuk
anak-anak negeri ini, karena sadar
ataupun tidak
kita sedang hidup disebuah negeri yang luar biasa.
0 Komentar