Mendaki




Kadang rasa kangen itu menyerbuku tiba-tiba. Waktu yang sudah biasa menggilasku dengan tega, seolah menjadi penyayang ketika rindu itu datang. Aku ingin berlelah-lelah hingga punggung ini terasa payah dan hampir saja ringsek karena desakan tas besar yang menindih badanku. Kepada dingin dan nuansa sejuk yang langka, kepada rumput dan ilalang, juga kepada embun yang sendu di pagi hari buta. Bunga-bunga kecil yang menggoda mata, merayu habis-habisan diriku....

Langit-langit warna...
kau memancingku berpuisi,
bergumam dalam hati tentang kemesraan
denganmu saudaraku
bukan dengaan yang lain, bukan orang lain, tapi dengan kalian

banyak memang orang-orang yang datang kepadamu
kepada dingin dan ketinggian puncak yang kadang sepi, kadang ramai, kadang biasa
tapi tak semua dari mereka mendaki membawa dirinya sendiri
dan aku ingin menikmati lelah dengan membawa diri
datang pada yang Kuasa dengan menunduk,
bersujud, bukan hanya memuji dengan kata-kata
biar kening bercium dengan bumi, menyerah pasrah dengan penuh dang sungguh-sungguh
kepada-Nya, kepada Tuhan yang telah memberi nyawa

Saat kita berada di posisi puncak, bukan berarti bahwa kita menaklukkan ketinggian
tetapi sesungguhnya kita sedang berlatih menaklukkan diri kita sendiri
maukah kita bersujud kepada Tuhan.

Foto: Nanag Gesang W doc.



















Posting Komentar

0 Komentar