NADA TA’LIM DAN TARBIYAH MODAL AWAL GURU MENGAJAR

NADA TA’LIM DAN TARBIYAH
MODAL AWAL GURU MENGAJAR
Oleh: Kahar Pagi

Tujuan dari pendidikan islam adalah pembinaan iman dan amal shalih. Yaitu sebuah upaya membentuk manusia agar tertanam dalam dirinya iman dan keimanan itu terimplementasikan melalui amal shalih. Ringkasnya, tujuan pendidikan islam adalah membina manusia memiliki aqidah dan syari’ah.
  
Salah satu upaya untuk merealisasikan tujuan pendidikan islam ditempuh melalui beberapa proses antara guru dengan peseta didiknya, salah satu proses itu adalah interaksi intensif dalam rangka mendidik melalui pembentukan pikiran, jiwa dan pengamalan amal shalih.

Seyyed Hossein Nasr dalam tinjauannya tentang tujuan pendidikan Islam
menerangkan; Bukan hanya untuk melatih pikiran, melainkan juga untuk melatih keseluruhan potensi sebagai manusia. Itulah sebabnya, ia tidak hanya berimplikasi pada pengajaran ataupun transmisi ilmu (ta’lim), tetapi juga melatih keseluruhan pribadi pelajar (tarbiyah).

Guru bukan hanya seorang pengajar (muállim) yang mentrasnfer ilmu, melainkan juga seorang pendidik (murabbi), yang melatih jiwa dan kepribadian. Memang benar, pada tingkatan tertentu, istilah muállim itu sendiri dapat mencapai makna murabbi dengan baik.1



Beberapa metode penyampaian/interaksi antara guru dan peserta didik yang kami maksud dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan islam seperti di atas diantaranya;
(1) Ta’lim dan Tarbiyah (Pengajaran dan Pendidikan)
(2) Tazkir dan Tanbih (Pengingatan dan Penyegaran Kembali)
(3) Targhib dan Tabsyir (Motivasi dan Memberi Kabar Gembira)
(4) Tarhib dan Inzar (Ancaman dan Memberi Kabar Buruk)
(5) Qashas dan Riwayat (Cerita dan Kisah)
(6)  Amar dan Nahi (Perintah dan Larangan)

Enam proses tersebut memang tidak berdiri masing-masing melainkan terkait satu dengan yang lain. Pada pembahasan kali ini kami akan uraikan terkait nada interaksi antara guru dan peserta didik melalui nada ta’lim dan tarbiyah.

Ta’lim atau pengajaran menurut Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy yaitu mengajar atau memberi pelajaran bersandar kepada pengetahuan dan penyelidikan, atau dalam sebutan seorang sosiolog Turki (Ziya Golkap) ta’lim yaitu penanaman dan transformasi ilmu pengetahuan.

Sedangkan tarbiyah yaitu pendidikan manusia agar dengan pengetahuan dan penyelidikan/penelitian yang telah diajarkan itu, benar-benar mereka menjadi sadar akan hakikat akidah dan syariáh.2 Dalam bahasa yang sederhana tarbiyah yaitu pendidikan moral.

Adapun contoh atau gambaran yang lebih jelas tentang metode ta’lim dan tarbiyah bisa kita temukan  beberapa penjelasan dalam Al-Qurán. Penggunaan metode ta’lim dan tarbiyah yang berpedoman terhadap Al-Qurán akan membentuk aqidah yang shahih dan cara bermuámalah para peserta didik sesuai dengan ajaran-ajaran islam.  


Sebagai gambaran untuk menjelaskan bagaimana Al-Qurán menerangkan nada ta’lim dan tarbiyah ini digunakan, akan kami coba uraikan dengan bebas penjelasan Prof. Dr. Buya Hamka dalam menafsirkan surat Al-A’la ayat 1-3.

(1) Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tingi,
(2) yang menciptakan, lalu membentuk dengan seimbang,
(3) dan yang telah mengatur, lalu dia memberi petunjuk,

Pertama-tama kita diminta untuk mengucapkan pujian kesucian nama Allah, hal ini kita kenal dengan sebutan tasbih yang biasa kita ucapkan dalam dzikir berbunyi Subhanallah!

Kemudian di ujung ayat yang pertama menyebutkan tengtang salah satu sifat Allah yanitu al-A’laa yang berarti Yang Maha Tinggi, yang paling tinggi dan tidak ada yang mampu menandingi ketinggiannya lagi di atasnya.

Bentuk pengucapan tasbih itu adalah suplemen bagi keimanan/tauhid yang telah tertanam dalam jiwa. Bukan hanya sekedar pujian tapi ia adalah tasbih/pensucian kepada Allah. Karena banyak diantara manusia yang memuji Allah tapi tidak mensucikan-Nya. Mereka menyamakan ketinggian Allah dengan apa yang mereka sebut sebagai anak Tuhan, bertahta bersama seorang lagi dan bertiga itulah menjadi Tuhan. Jika demikian adanya bagi mereka Allah itu tidak Maha Tinggi sendir-Nya, karena ada yang tegak sama tinggi dengnaya.

Senantiasalah kita mengucap tasbih, kesucian bagi nama Allah Yang Maha Tinggi. Dalam ruku dan sujud di antara shalat yang kita lakukan setiap hari.

“.….dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri, dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar).” 
(Q.S. Ath-Thur: 48-49)

Timbulah dalam benak manusia mengapa kita harus bertasbih memuji dan mensucikan nama Tuhan Yang Maha Tinggi? Karena Dialah, yang menciptakan, lalu membentuk dengan seimbang (ayat 2). Allah pencipta segala sesuatu Kholaqo, yang berarti mencipta sesuatu dari tidak ada menjadi ada.

Adapun makhluq hanya berkemampuan sekedar ja’ala, yaitu menukar/menggunakan barang yang telah ada kepada bentuk lain. Semisal kayu menjadi pintu, tanah menjadi hiasan, atau kulit menjadi sepatu. Namun, kemampuan merubah bentuk yang dilakukan manusia pun amat terbatas. Tidak sanggup manusia merubah bentuk darah jadi mani, mani menjadi manusia!3

Tidak cukup sampai di situ saja, Allah pun membuat segala yang Dia bentuk menjadi seimbang, “lalu membentuk dengan seimbang” (ujung ayat 2). Keseimbangan ini merupakan sebuah arsitektur yang begitu dahsyat nampak dalam alam sekitar kita. Padi yang menguning, mulai mengandung isinya, merunduk dia hanya ditopang dari batang mungil yang begitu lembut, adalah satu keseimbangan yang diatur sehingga ia tidak rebah hingga ke tanah.

“Dan yang telah mengatur”. Qoddara ia telah menjadi rukun iman yang keenam. Selain dari pada pengaturan kepada alam semesta, Allah juga mengatur diri kita masing-masing dalam menjalani kehidupan di alam raya ini. Tidaklah dapat kita melepaskan diri dari ketentuan yang telah Allah gariskan.

“lalu dia memberi petunjuk(ujung ayat 3). Selain dari pada keseimbangan yang telah Allah ciptakan dalam alam, Dia pun memberikan bekal petunjuk dalam melakoni kehidupan. Petunjuk inilah yang akan menjadikan manusia mampu mengolah alam semesta, mensejahterakan dirinya serta saling memberi manfaat sesama makhluq.

Petunjuk yang diberikan Allah kepada manuisa itu memiliki dua aspek yaitu; pertama, bekal dari dalam diri berupa akal. Kedua, ialah petunjuk yang dikirimkan melalui para Nabi da rasul. Kedua bekal inilah jika digunakan dengan baik akan menuntun manusia mejadi insan yang mampu mengolah baik alam ataupun masyarakat sesuai dengan perintah dan bimbingan Agama.

Inilah salah satu dari pada ayat-ayat dalam Al-Qurán yang bernadakan ta’lim dan tarbiyah dalam mendidik dan menjadikan manusia yang beriman sekaligus mampu untuk menganalisis serta memikirkan segala sesuatu yang terkait dan terhubung dengan keimanannya.

Alangkah hebatnya efek yang akan timbul jika seorang guru mampu memasukan nada-nada pendidikan semacam ini kedalam pikiran dan jiwa peserta didik. Sebuah metode ta’lim dan tarbiyah yang telah digunakan Nabi ﷺ dalam mendidik generasi sahabat sehingga mereka mendapatkan gelar sebagai generasi terbaik.

Penanaman keimanan disertai dengan penghayatan dan penyelidikan akan berpengaruh bersar kepada jiwa peserta didik. Timbulah kehendak untuk lebih dalam menyelidiki segala bentuk rahasia yang dibentangkan oleh Allah SWT di alam raya. Dengan tetap disertai rasa tunduk kepada Sang Pencipta dirinya. Dialah Allah Yang Maha Tinggi, tiada yang sebanding degan Dia. Wallahu a’lam.



Catatan Kaki:
1 Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Paraktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas,
(Bandung:Mizan, 2003), hlm 184-185  
2 A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qurán (Jakarta: Bulan Bintang, 1984). hlm. 266-267
3 Prof. Dr. HAMKA, Tafsir Al-Azhar Juz XXX (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1882), hlm 121 

Posting Komentar

0 Komentar