GUNUNG PRANJI (20.000 HITUNG JARI)

GUNUNG PRANJI 
(20 RIBU HITUNG JARI)
Oleh: Kahar Pagi


Puncak Pranji. Tepat 14 km dari desa kami, "Desa Menara" tempat kita bermain jamuran dan cublak-cublak suweng. 2,5 Jam perjalanan. Cukup kita hitung jari dari mulai 0 sampai 20.000 maka kita akan segera sampai di sana.


Puncak Pranji. Kalau kau pernah melihat tebing batu berwarna hitam setinggi 50 meter menancap di sebuah bukit yang bentuknya mirip seperti perahu berdiri, di situlah kami biasa menantang seberapa tangguh kita bisa melawan malam. 1.250 mdpl adalah tempat favorit biasa kita menginap. Sebuah puncak yang memberitahu kita betapa tampannya matahari pagi saat kita pandang dari sana.

Mata kami melolor begitu saja menyaksikan kawanan kabut berbaris di atas sungai Lokulo, meliak-liuk membentang membelah sawah-sawah. Di atas Pranji 20.000 hitungan jari, dari ketinggian itu mata sibuk memperhatikan matahari, kabut dan sungai, digoda oleh ramahnya bangunan-bangunan rumah penduduk desa Karetan yang terbalut berkabut, sunyi dan amat sederhana, ya… sesederhana dirimu.

Dusun Keretan, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen yang mulai mengepulkan asap dari atap-atap rumah. Tanda-tanda kehidupan desa mulai di bangun lagi, tepat pukul 05.10 biasa suasana ini kami temui. Nanti kalau pagi sudah mulai naik sedikit, kita akan kembali disibukan oleh pemandangan para burung-burung yang terbang bergerombol melintas di atas kabut selimut sungai lokulo, lalu mereka para burung-burung turun kesawah mencari bancet dan perburuan untuk keperluan hidupnya.

Jikalau pas beruntung, kita akan disuguhi sarapan pagi dengan pemandangan gunung-gunung besar dan perbukitan sekitar yang berbaris berderet-deret dari arah tenggara hingga barat laut. Kesni mendekatlah sedikit, biar aku beri tahu dirimu tentang deretan yang indah itu.

Di paling tenggara, mata kita akan dimajakan dengan memandang bukit Pager Hijau yang berbentuk seperti punukan sapi. Itulah lambang kesuburan bagi sekitar penghuni desa sawangan dan kalirancang.

Kemudian kita geser pandangan mata ini sedikit kesebelah timur, kita akan melihat manisnya Gunung Lawu dan Merapi saat disajikan bersama, Lawu-Merapi tipis di batas cakrawala, meski nampak begitu mungil terlihat kabur karena jauhnya, namun kehadiranya adalah pembuka sarapan pagi yang amat bergizi bagi mata.

Lalu bergeser ke sebelah kiri lagi, di arah timur laut, si kembar Sindoro-Sumbing sudah menanti untuk memamerkan kemesraan. Sejoli yang abadi dalam pelukan matahari pagi. Belum rampung hinga di situ, bergeser sedikit ke arah utara untuk melihat sajian perbukitan karet dan Bukit Perahu dengan motif retakan-retakan, dari ujung bukit ke bagian bawah bukit terlihat seperti sebuah jalan aliran air menggaris indah.


Sebagai sajian penutup sarapan pagi, kita akan dapati Gunung Slamet bertengger seperti raksasa di sebelah barat laut tempat kita duduk dan melototi mereka. Gunung Slamet sebuah simbol tanda ucapan kesempurnaan atas capaian hidup berupa “keselamatan dunia dan akhirat”.

Begitulah kadang-kadang sebuah kelelahan bisa terbayar hanya dengan pemandangan. Pemandangan yang terhayati, bernilai hikmah dan pelajaran hidup. Oleh karena Allah SWT teramat sayang pada kita, sejak saat kita berniat dan berusaha maka akan ditunjukkan seberapa hebat Kekuasaan-Nya. Hanya lewat sebuah pandangan, kita akan dapati hidayah jika kita menghayati. Mengapa engkau tidak mengambil pelajaran?_ Wallahu a’lam.

Posting Komentar

0 Komentar