PENDIDIKAN DI TENGAH DROMOLOGI & CORONA

PENDIDIKAN DI TENGAH DROMOLOGI & CORONA
Oleh: Kahar Pagi


Suatu ketika anda sedang berkendara melintasi jalanan yang luas dengan sanak keluarga menggunakan sebuah mobil. Karena anda melihat jalanan tidak ramai dilalui kendaraan lain, anda memutuskan untuk mengijak gas lebih dalam supaya laju mobil semakin kencang.
Tiba-tiba anda menemui sebuah tikungan tajam sedangkan anda masih dalam posisi kecepatan tinggi. Dalam posisi ini kira-kira apa yang akan terjadi pada mobil yang membawa keluarga anda? Biasanya mobil anda akan sulit berbelok bahkan tetap meluncur lurus meskipun roda kemudi sudah diputar. 
Kondisi ini tentu menyebabkan pengemudi dan seluruh penumpang dalam keadaan bahaya. Mobil bisa saja terperosok ke tikungan karena tidak berhasil membelok atau lebih parah lagi bisa saja membentur dinding pembatas jalan yang menyebabkan kecelakaan fatal. 
Keadaan ini disebut dengan istilah Understeer. Kecepatan bukan jaminan seseorang mencapai sebuah tujuan lebih cepat. Justru kecepatan yang tidak terkendali bisa membuat seseorang celaka.
Kehidupan kita saat ini menyajikan realitas semu (dunia maya) yang identik dengan kecepatan. Masyarakat dituntut untuk serba segera, cepat, dan bergegas. Lambat berati tertinggal, pelan berati kemunduran. Paul Virillio menyebut keadaan ini dengan Dromologi. 
Dromologi (berasal dari bahasa Yunani, dromos artinya kecepatan, dan logos artinya semesta pengetahuan). Kecepatan dan percepatan menjadi sentral kehidupan sosial, ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Sayangnya tidak semua masyarakat siap dengan serba kecepatan ini.



Meski banyak manfaat yang bisa didapatkan dengan kecepatan teknologi saat ini namun kecepatan ini sekaligus menjadi candu berbahaya bagi umat manusia. Game, fashion, narsisme, gaya hidup, lawakan, berita hoax, fitnah, gosip, pornografi, video penyiksaan, pelecehan dan kesemua hal mengerikan lainya tersaji dalam satu genggaman tangan bernama Smartphone.

Apabila kita menjelajah pada google search angine atau Youtube, Instagram, Facebook, dan hal sejenisnya maka akan kita temukan suatu hal yang sulit untuk dibayangkan dengan logika keadaan zaman dulu. Di dalam kecanggihan ini kita akan temukan bagaimana tausiyah agama, pengajian, tilawah al-Qur’an, dan Nasihat kebijaksanaan bersanding langsung dan berkompetisi mendapatkan viewer terbanyak dengan sekian banyak konten mengerikan yang telah kami sebutkan di atas.

Inilah kondisi sajian informasi tanpa batas teritorial, ruang dan waktu, tanpa sekat moral masyarakat yang megaturnya. Itulah ciptaan dunia Dromologi (kecepatan) informasi yang harus dihadapi generasi saat ini.

Suasana serba kecepatan dan kemudahan akses informasi seringkali tidak dibarengi dengan kematangan dan kedewasaan kita dalam menggunakan kemajuan teknologi dan informasi. Bukan hanya melanda golongan kaum tua (dewasa) namun begitu sulitnya menanamkan kedewasaan untuk menghadapi era kecepatan dan keterbukaan informasi kepada anak-anak.

Bahaya dari pada candu kecanggihan ini tidak pandang bulu menghantam siapapun. Bagi siapa yang berani masuk menjelajahi dunia kecanggihan ini maka ia harus bersiap dengan segala resiko yang menghadang.

Seperti halnya jika orang tua telah mengizinkan anaknya menggunakan samartphone atau mengizinkan mereka mengakses internet misalnya maka orang tua semestinya telah memikirkan bagaimana kontrol dan pembatasan atau tata aturan menggunakan alat yang satu ini. Sekalipun sudah begitu itupun tidak menjamin semua akses yang dijangkau oleh anak-anak berbau manfaat.

Pernah suatu ketika seorang siswa sekolah kami dikabarkan berhasil mengakses situs yang tidak layak dari internet. Lalu hal itu menjadi bahan perbincangan siswa lain dan sampailah kabar itu kepada Guru.

Setelah diklarifikasi dan dicari informasi terkait hal tersebut ternyata problemnya bukanlah pada si anak yang awalnya sengaja mengakses situs yang dimaskudkan tetapi karena yang ia tahu cara mengakses informasi hanya dengan asal mengetikkan keyword pada search angine maka munculnya beragam informasi yang campur aduk tak karuan bahkan hal yang kadang cederung mengarah kepada keburukan. Dari situlah semestinya para orang tua menyadari betapa pentingnya rule of the game dalam dunia dromologi.
  
Sebagian orang tua memahami bahaya dari kecanggihan dunia maya, tapi sebagian besar tidak mampu mengendalikan laju daya jelajah dan akses dunia baru anak-anak mereka. Banyak juga orang tua yang pada akhirnya mengatasi problematika baru dengan cara yang lama, dunia anak zaman sekarang dengan cara pandang yang usang.

Terkadang ada juga yang berhasil pada satu dua orang, tapi banyak juga yang akhirnya menimbulkan masalah-masalah lain yang menyertainya. Seperti ketika anda pernah bermain pipa bocor dalam sebuah kegiatan outbound, menutup satu kebocoran menyebabkan kebocoran yang lain. Maka kerjasama berbagai pihak mejadi kunci bagi keberhasilan pendidikan anak pada masa sekarang.

Kerjasama yang dimaksud dalam hal ini ialah peran serta orang tua dan para guru untuk menyediakan lingkungan, perangkat serta tata kelola pergaulan yang mendukung bagi anak. Sejak akhir bulan April 2020 kemarin setidaknya kita menjadi tersadarkan dan terbantukan dalam upaya pendewasaan penggunaan informasi dan teknologi bagi sebagian besar anak didik kita.

Pandemi Corona Virus Desease (Covid-19) akhirnya melahirkan kebijakan pemerintah untuk mewajibkan setiap sekolah melaksanakan proses belajar jarak jauh (guru mengajar siswa dari rumah masing-masing dengan memanfaatkan teknologi yang ada). Para guru terpaksa mengasah kembali kompetensi pemanfaatan teknologi dalam pendidikan. Para guru bahkan mendapat tambahan tugas agar bisa memahami penggunaan perangkat teknologi yang mungkin tidak banyak diamnfaatkan selama ini.

Demikian juga para siswa dan orang tua pada akhirnya terpaksa belajar mendewasakan diri menggunakan kecanggihan zaman untuk belajar. Menggunakan smartphone yang dimiliki untuk membuat karya pembelajaran, laporan tugas via Video, Upload materi belajar via Youtube, Metting Zoom atau Google meet bahkan Webex sebagai ruang kelas yang baru bagi guru dan anak-anak, Video Call WhatsApp pun tak luput jadi alternatif setoran hafalan atau mengaji.

Alternatif pendewasaan ini secara tidak langsung menjadi sebuah pengetahuan baru yang tertanam otomatis kepada anak-anak selain dari pada apa yang mereka pahami dari fungsi smartphone yang biasa mereka gunakan untuk nge-game atau sekedar tik-tokan.

Meskipun beberap guru dan orang tua di sekolah kami masih pada tahap penyesuaian dengan model dan cara belajar yang baru namun proses ini mencipkatan banyak pengalaman baru baik bagi sisiwa, guru maupun orang tua.

Komentar negatif orang tua siswa terhadap permasalahan pembelajaran jarak jauh (daring) seperti menghabiskan banyak kuota, signal susah, anak jadi sering pegang HP, HP tidak support, memori HP penuh dan hal lainya tentu tidaklah sebanding dengan proses pendewasaan pengguanan dan pemanfaatan teknologi yang diperoleh anak selama masa pandemi Covid-19.

Pendidikan pendewasaan penggunaan teknologi dan kecanggihan informasi inilah yang paling mahal harganya bagi anak-anak saat ini. Selanjutnya peran orang tua di rumah adalah mendukung sepenuhnya dan memahamkan bahwa ada sekian banyak fungsi kebaikan dalam kemajuan teknologi.   

Singkatnya bahwa dunia pendidikan tanpa disadari sedikit terbantukan dalam mengatasi problematikanya dengan adanya pandemi Covid-19. Disadari ataupun tidak warna pendidikan anak-anak ke depan akan sedikit berbeda dengan sebelumnya.

Para guru dan tenaga kependidikan pun mempunyai cara baru dalam memberikan sentuhan pembelajaran kepada anak. Para orang tua diuntungkan dengan kebiasaan belajar online putra dan putrinya karena smartphone mereka akan bertambah fungsi seiring dengan pemahaman mereka memanfaatkanya._

Posting Komentar

0 Komentar