DAYA ADAPTASI GURU #DIRUMAHAJA

DAYA ADAPTASI GURU #DIRUMAHAJA
Oleh: Kahar Pagi

Apabila suara-suara di luar rumah terlalu bising ada baiknya kita segera menutup jendela dan pintu lalu duduk di ruang tengah bersama keluarga. Sejenak mari kita hiraukan teriakan-teriakan semua orang yang menimbulkan gaduh dan kebisingan. Fokuskan diri kita kepada apa yang kita miliki dan peran apa yang sedang kita jalani.

Dalam suasana pendemi wabah virus corona manusia belajar menata diri kembali. Sering kali dalam suasana hiruk pikuk informasi manusia terpesona dengan berjuta kabar yang datang melalui media sosial. Larut bersama kegaduhan dunia maya yang tiada hentinya. Tak sempat lagi berpikir dimana akan berhenti atau sekedar merenungi apa yang sedang terjadi. 


Ketika suasana kehidupan telah menjadi tenang dan normal kembali tanpa disadari manusia kehilangan suatu yang paling berharaga yaitu diri mereka sendiri. Mestinya dalam keramaian arus informasi di luar sana manusia harus tetap fokus pada "apa peran mereka yang sebenarnya".

Fenomena kehilangan kesadaran terhadap peranan manusia sebagai individu terlihat manakala bermunculan para ahli karbitan yang mewujud dalam berbagai bentuk. Tiba-tiba banyak orang beralih profesi dari seorang ibu rumah tangga menjadi analis politik sekaligus sosiolog. Ada pula seorang pedagang tiba-tiba menjadi dokter, atau seorang murid mejadi pembantah juru fatwa.

Namun, yang paling mengerikan dalam suasana seperti ini ialah ketika ada seorang pemimpin masyarakat lupa untuk mengurus rakyatnya, seorang pemangku kebijakan tidak berpihak pada hajat hidup orang banyak. Semua orang sibuk dalam hiruk pikuk berita, kabar, isu, wacana, analisis, dan kampanye.

Sosial media menambah keadaan kian semrawut walau di sisi lain memberi koreksi dan edukasi. Konsumerisme dunia maya yang berlebihan memberikan efek kepanikan kepada jiwa. Bahkan sudah banyak bermunculan hari-hari ini tentang kampanye bagaimana mengobati kecemasan.


Masa-masa kampanye agar manusia menetap #dirumahaja menyadarkan kembali betapa pentingnya arti dunia realitas sesungguhnya bagi manusia. Dunia virtual/maya yang digandrungi hampir oleh semua orang dan menjadi tempat baru bagi manusia mengekspresikan eksistensinya ternyata bisa juga menimbulkan kejenuhan.

Ekspresi dari kebosanan manusia saat dikurung dan di batasi geraknya dalam masa wabah terungkap lewat kata-kata dan meme yang bermunculan di media sosial seperti "baru kali ini merasakan capek rebahan", “kapan ya kita bisa kayak dulu lagi?”.

Dalam susana ini mari mengingat kembali tentang Posisi dan Peran masing-masing dalam kenyataan hari yang sedang dijalani (dalam realitas sesungguhnya). Mari percayakan masalah penanganan kesehatan kepada para dokter dan perawat juga petugas kesehatan, dukung para juru dakwah memberikan bimbingan spiritual untuk menghadirkan ketenangan di tengah masyarakat.

Mari bantu para aktivis sosial memperjuangkan nasib banyak orang di lapangan. Biarkan setiap orang memerankan apa yang menjadi tugasnya. Sehingga masing-masing bisa saling harmoni menghadapi ujian dan cobaan yang sedang menimpa kita hari-hari ini.

Kembali lagi ke rumah. Di ruangan tengah tempat kita berkumpul dengan sanak keluarga. Sebagai seorang guru sekolah dasar suasana hari-hari ini banyak memberikan sentuhan dan pembelajaran hal baru bagi para siswa dan tidak guru itu sendiri. Mengajar tapi tak bertemu, mendidik tanpa harus menyentuh, menasihati tapi dari jauh, memantau tanpa melihat.

Sekolah terus berjalan dengan ruang kelas tak berpenghuni, para siswa duduk menyimak pelajaran dari kursi  rumah masing-masing, bertegur sapa via WhatsApp dan Video. Guru yang sedikit canggih mendownload aplikasi dan memberi tutorial para wali menggunakan teknologi untuk belajar dari rumah.

Ada juga tipe guru yang kurang akrab dengan teknologi lalu memberi tugas segunung. Satu bendel untuk satu minggu. Apa pun itu, tapi yang jelas para guru telah berusaha menyesuaikan diri dengan segala kondisi dan situasi darurat saat ini. Begitu sedikit gambaran fenomena yang terjadi.

Para orang tua siswa? Akhir-akhir ini baru terasa menjadi orang tua yang utuh bertanggungjawab pada anak-anaknya. Mungkin ada yang baru menyadari "ternyata berat mendidik anak" sampai ada juga wali murid menodong para guru agar dibuatkan tugas yang banyak untuk anaknya "please kasih lagi tugas buat anak saya! ditambah ya bu" mengingat tidak berdayanya orang tua memberi kesibukan bagi anaknya yang telah berminggu-minggu di rumah.

Pembelajaran Online wacana Pak Mentri menimbulkan pesan: Ide baru, harus kita coba, sudah saatnya teknologi berperan optimal dalam pendidikan, namun di sisi lain juga menibukan kesan, Signal susah, kuota internet boros, memori HP over load, baterai HP lobet, Anak sibuk dengan Smartphone, Loading lama. 

Meski baru-baru ini muncul wacana untuk belajar melalui siaran televisi tapi tetap juga kesemuanya itu belumlah cukup menggantikan barang secuilpun kehadiran guru yang bertatap muka langsung dengan siswanya. Sekali lagi kondisi ini memaksa para guru dan semua masyarakat pendidikan harus belajar beradaptasi.

Situasi ini membelajarkan kita betapa perlunya kesiapan para guru, siswa, dan orang tua untuk beradaptasi. Kecanggihan teknologi tak menjamin tersampaikanya pesan dan pendidikan bagi siswa. Karena pendidikan dasar lebih banyak menghajakan sentuhan dari pada bualan, Pengingat dari pada penugasan tanpa pengawasan. Kecanggihan teknologi komunikasi mungkin mampu menyentuh hati, tapi tak mampu membentuk jiwa.

Akhirnya tugas mendidik harus para guru serahkan kembali kepada para orang tua. Penanggungjawab amanah langsung dari Tuhan lewat Corona. Para guru saat ini hanya bisa membantu mendidik para siswa lewat alat-alat canggih berupa Smartphon, jaringan internet, televisi, komputer dan segala macam jenisnya. Meskipun kesemua cara itu tak mungkin dan tidak akan pernah melapaui dahsyatnya keteladanan seorang guru yang teramati secara langsung oleh para siswa di sekolah. 




Namun selalu ada hikmah dibalik semua kesukaran dan ujian pendidikan dalam masa pandemi Covid-19, untuk guru, orang tua dan terkhusus siswa itu sendiri. Daya adaptasi dari setiap individu para guru dan orang tua akan menentukan seberapa sukses pembelajaran jarak jauh yang dilaksanakan oleh sekolah dan rumah, guru siswa dan orang tua. 

Posting Komentar

0 Komentar