Guru
bahasa Indonesia, guru matematika, guru sejarah, guru fisika dan guru mata
pelajaran yang lain memiliki ruang kelas sebagai tempat mereka mengajar dan
tempat siswa belajar. Biasanya mereka
juga memiliki sebuah kesepakatan atau etika pembelajarannya tersendri. Meskipun
terkait etika pembelajaran ini bisa sangat berfariasi tergantung kesepakatan
antara guru dan muridnya. Akan sangat mungkin ada perbedaan antara guru yang
satu dengan yang lain. Meski demikian pasti para guru juga memiliki standar
umum yang biasanya menjadi patokan sebagai aturan mereka dalam proses
pembelajaran. Contoh sederhana misalkan seperti: siswa tidak boleh ramai
sendiri saat guru sedang menerangkan atau saat ada teman yang berpendapat,
tidak boleh mengolok-olok teman yang tidak bisa menjawab pertanyaan guru, tidak
boleh mencontek saat ujian dan lain sebagainya. Selain etika semacam itu
mungkin juga ada peraturan yang lain contoh: tidak boleh mencorat-coret meja,
kursi dan tembok kelas, siswa wajib merawat kebersihan kelasnya masing-masing,
tidak diperbolehkan bermain-main dengan alat-alat praktikum selain untuk
pembelajaran dan lain sejenisnya.
Berbicara
mengenai pendidikan Jasmani maka dalam proses pembelajaran pasti memiliki
semacam etika tersendiri. Jika guru mata pelajaran lain memiliki kelas sebagai
tempat belajar maka guru penjas juga memiliki kelas dan tempat praktikum
layaknya laboratorium kimia atau fisika. Tatakrama dalam lapangan juga
semestinya ada. Walaupun tentunya hal ini tidak bisa disamakan dan tidak sekaku
dengan tatakrama saat diruang kelas yang dibatasi oleh dinding yang sempit.
Karena bisa jadi paradigma siswa saat datang kelapangan untuk menerima
pelajaran, mereka merasa seperti terbebas dari penjara kelas yang sangat
membatasi tingkah dan polah mereka.
Sudah pasti
akan sangat tidak mengenakkan bagi siswa kalau pelajaran penjas tidak disertai
dengan luapan ekspresi dan selebrasi saat bermain. Bayangkan saja jika selama
pelajaran penjas berlangsung para siswa dilarang teriak dan ramai pasti hal ini
akan sangat aneh. Sunyi tanpa teriakan atau suara-suara yang memacu semangat
mereka untuk bergerak. Sekalipun penjas identik dengan teriakan, ekspresi,
selebrasi, dan semacamnya namun hal itu haruslah tetap pada koridor pendidikan.
Karena biar bagaimanapun aktivitas penjas masih dalam lingkup pendidikan.
Teriakanpun semestinya adalah luapan semangat yang positif dan antusiasme siswa
dalam mengikuti pelajaran.
Net, bola,
ring, simpai, lembing, peluru dan segala macam alat olahraga lainnya juga
memiliki fungsi yang sama halnya seperti pena, buku, spidol, termometer, jangka
sorong dll yang biasa digunakan dalam pembelajaran di kelas. Siswa dan guru
berkewajiban menjaga alat-alat tersebut dengan baik. Tidak menggunakannya
selain sebagai sarana untuk belajar. Berikut ini adalah beberapa hal yang tidak
seharusnya dilakukan siswa saat proses pembelajaran seperti: duduk di atas bola,
menendang-nendang bola basket, bermain lembing atau peluru tanpa sepengetahuan
atau pengawasan guru, dan bercanda dengan bola di luar permainan.
Masalah
pakaian juga semestinya diperhatikan saat siswa akan mengikuti pembelajaran
penjas. Siswa seharusnya wajib mengenakan seragam olahraga saat akan mengikuti
pelajaran. Bukan mengenakan pakaian seperti kemeja, celana seragam sekolah dan
yang lain. Siswa dan guru juga bersama-sama menjaga kebersihan dan kenyamanan
lapangan yang akan digunakan untuk belajar. Hal yang juga penting adalah
masalah keselamatan semua siswa, maka bagi semua siswa wajib menjaga dirinya
dan temannya dalam mengikuti pelajaran. Misalkan dengan melakukan pemanasan
dengan serius, memperhatikan instruksi dari guru dan tidak bermain-main dengan
hal yang bisa membahayakan temannya.
_Emre Ember_
_Emre Ember_
0 Komentar