Ssstt...!!! Guru Penjas Belum Tewas!!!

Ssstt...!!! Guru Penjas
Belum Tewas!!!

*)Siapa Takut

            Hari kamis yang manis. Aku sengaja berangkat lebih pagi dari biasanya, bukan lantaran rajin, tapi antisipasi karena aku tak belajar semalam. Pagi ini adalah jatah gabungan kelas 3 dan kelas 4 di jadwal pelajaran pendidikan jasmani yang akan aku ampu. Selepas subuh tadi beberapa lembar halaman Al-quran aku baca ringan dan aku sempatkan buka beberapa materi dari e-book penjas di laptop temanku. Hari kamis yang manis gumamku dalam hati selepas membacanya.
            Waahhkk… Mentok! Tak ada inspirasi yang cocok untuk aku ajarkan pagi ini. sudahlah  akhirnya aku putuskan saja untuk mengajar murid-muridku secara naluriyah. Spekulasi lapangan saja nanti. Tak ada rencana pembelajaran sama sekali. Pikirku… “apa jadinya negara ini kalau semua guru macam aku ini”. Ilmu di kampus yang sering bapak dan ibu dosen ajarkan kini sedang tak berlaku pada situasi ini, kecuali insting guru penjas yang mereka tularkan pada kami. Ya sudah, aku putuskan untuk hadir dulu saja ke sekolah. Bismillah….
            Sepanjang perjalanan aku hanya tersenyum-senyum sendirian, posisi gawat darurat tak mengkhawatirkan aku sama sekali. Dasar bebal diriku. Guru Penjas yang masih bau kencur, belum punya gelar pula. Padahal teman-teman satu kelas sudah jalani wisuda kemarin. Ternyata susah juga mencuri start duluan dengan mereka. Rupa-rupanya menjadi guru tak semudah membuat es cendol. Pusing kepalaku pak dhe… tapi tak apa, selama senyuman masih bisa bertengger di bibirku aku akan baik-baik saja. JRRRREENGG...!!! Ahhaa… aku punya ide cemerlang pak dhe…
            Nanti aku mau pasang tampang yang paling membahagiakan di hadapan siswa, wajah ceria yang tak dimiliki guru penjas manapun di jagad raya ini. hehehe… pasti mereka akan terbawa suasana gembira dan mempermudah pelajaran apapun yang akan aku sampaikan. Siswa SD kan ibarat anak yang pindah tempat main aja, ya dari pada main-main ditempat yang ndak jelas ya mending sekolah. (Rowahu ust.Okriz). Aku merasa sedikit lega sekarang, paling tidak aku punya modal dasar seorang guru penjas dalam mengajar. Pasang muka caria, penuh senyum, dan enerjik. Selesai sudah urusan pelajaran.
            Pukul 06.45 sampailah aku di sekolah, langsung saja aku menuju ruang alat-alat olahraga. Tak apalah fasilitas yang apa adanya itu, pasti ada jalan indah di hari kamis ini. WAAAWWW…!!! Super sekali pak dhe, aku punya ide lagi. Langsung saja tanpa banyak buang waktu, aku sahut beberapa bola tennis bekas, lalu bendera untuk para pelarinya, topi pramuka putri untuk dipakai pelari agar tambah meriah, dan caping petani untuk si pelempar bola, aturan main dirubah sudah. Upss…!!! Belum ada alat pemukul bolanya, bagaimana mungkin permainan kasti modifikasi tanpa pemukul? Wahh… bagaimana ini pak dhe? Wohohoho… ada point skor dari kertas kecil bentuk bendera, wah! Bisa untuk tambahan bonus nilai bagi siswa ini. Pasti mereka akan senang minta ampun nanti kalau dapat bonus dari pak guru. Tapi, tetep harus ada pemukul ini… ndak seru kalau tanpa pemukul, biar tambah terasa mantap.
            Aku melirik jam tangan, aduh! sudah pukul 06.55 belum juga ketemu pemukul yang berdiameter lebar pada bagian ujungnya supaya mudah untuk memukul bola. Yes..!!! untung saja ruang alat olahraga ini sekaligus tempat penyimpanan alat-alat bangunan. Dua buah serok pasir tergeletak di bawah tumpukan matrial dan kayu-kayu bekas bangunan gedung sekolah. Alat pemukul yang sempurna gumamku dalam hati. Benar-benar kamis yang manis. Allah menolongku bertubi-tubi. Pikiranku sudah melayang-layang terbang jauh, melihat sekilas wajah-wajah bahagia mereka tersenyum dan bergembira sambil berlarian membawa bendera dengan topi aneh di kepalanya. Pulang pergi dari pos ke pos selanjutnya dan beberapa anggota tim penjaga yang sedang sibuk mencari dan mengoper-oper bola untuk menghadang laju pelari. Teriakan semangat histeris dari siswi putri yang khawatir terhadap rekannya yang sedang dalam pelarian menuju garis finish. Wawww… permainan yang luar biasa.
            Seperti biasanya, sebelum pelajaran anak-anak melaksanakan shalat dhuha di mushola sekolah bersama-sama. Dua rakaat sudah dihabiskan, semua berjalan normal. Tanda-tanda baik. Hari kamis yang manis. Meskipun sebagian siswa putri kelas 4 agak lambat ambil air wudhu jadi membuat waktu agak molor dan shalat harus dimulai setelah mereka datang. Tidak masalah, semua sudah kembali normal.
            Aku mendahului anak-anak menuju tengah lapangan terlebih dahulu, lalu aku tiup peluit beberapa kali untuk mengumpulkan mereka. Aku bermaksud akan akan melakukan pemanasan terlebih dahulu. Aku sudah siap, muka ceria sudah aku pasang sedari tadi, senyum pun aku umbar habis-habisan untuk mereka. “ayo sekarang kita lari dulu memutar lapangan dua kali saja bareng bapak ya?” ajakku manis pada mereka dengan nada ceria. Proses lari bersama pun lancar aman terkendali. Kamis yang manis… semboyan itu masih kental menghuni khayalanku.
            Akhirnya tragedi terjadi, gempa bumi mengguncang, hujan deras turun tiba-tiba, angin kencang menyapu pepohonan, petir berkilauan di atas kepala, tsunami menggulung daratan, banjir bandang, tembakan peluru berterbangan, ranjau satu persatu meledakkan siapapun yang menginjaknya, serangan udara memenuhi langit, tank masuk dalam arena lapangan, aku bingung tak karuan menghadapi situasi ini. wadduhh… anak-anak tak bisa dikendalikan lagi, mereka main sendiri, peluit di tanggan tak lagi berkuasa sekarang. Senjata pamungkas para guru penjas itu tak lagi dihiraukan, satu kali aku tiup mereka tak merespon, aku teriak mereka tak menjawab. Hanya beberapa siswa saja yang menengok tapi tak segera mendekat untuk berkumpul. Pikiranku buyar sekarang. Rencana yang aku bangun selama 15 menit hancur dalam 10 menit. Aku masih beruntung nampaknya. Tapi tetap saja aku kewalahan.
            Akhirnya permainan kasti modifikasi yang aku banyangkan tadi berubah total dari perkiraan. Dengan sisa-sisa segala daya dan upaya yang aku bisa akhirnya aku isi pelajaran dengan latihan PBB (pasukan baris berbaris), dan beberapa nasehat selama hampir 30 menit. pikirku agar hal itu bisa mendisiplinkan mereka. Wajah manis dan ramah yang aku suguhkan di awal kini terbuang dan aku ganti dengan wajah garang, seram, menakutkan. Tapi hati tetep harus dingin, guru penjas harus jago akting juga saat-saat begini.
            Sudah mereda, beberapa saat mereka sudah bisa aku kendalikan. Waktu pelajaran penjas tinggal 30 menit lagi. Belum nanpak keringat yang bercucuran dari dahi mereka, berarti harus segera aku mulai permainan agar mereka banyak beraktifitas… Huuhhfffttt!!! Hampir saja. Alhamdulillah, ide permainan kasti modifikasi terlaksanakan juga meskipun tak semulus rancana dan angan-angan liarku. Akhirnya beberapa set terjadi, kelas 4 mendapat giliran menjadi tim pelari. Sayangnya jam pelajaran sudah habis, mereka harus segera istirahat dan ganti pakaian. Sebelum bubar terpaksa aku menghukum 3 siswa kelas 4 karena keterlaluan dan keroyokan mengejek siswa putri. Aku tunggu hingga mereka selesai, lalu aku nasehati dengan pujian man motivasi dan aku tutup dengan permintaan maaf dari pak guru. Begitulah kisah kamis manisku.
Bersambung…..

Refleksi:
            Silahkan disimpulkan sendiri ya…??? Semoga bermanfaat dan bisa menjadi pelajaran bagi saya khususnya dan rekan-rekan sekalian.


Yogyakarta, 05 September 2013


Emre Ember

Posting Komentar

0 Komentar